JAKARTA – Dunia digital kembali dimanfaatkan untuk aksi kejahatan serius. Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya mengungkap praktik eksploitasi seksual terhadap anak di bawah umur yang dikendalikan dari balik tembok Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang, Jakarta Timur. Ironisnya, otak dari kejahatan ini adalah seorang narapidana berinisial AN yang tengah menjalani hukuman 9 tahun penjara atas kasus serupa.
Pengungkapan ini bermula dari patroli siber yang dilakukan Subdit II Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya. Petugas menemukan aktivitas mencurigakan di media sosial X melalui akun bernama Pretty 1185. Akun tersebut mempromosikan grup Open BO (booking online) yang melibatkan pelajar di Jakarta.
“Tim kami mendapati grup telegram yang aktif kembali dari dalam Lapas Cipinang sejak Oktober 2023. Grup ini sudah dimonitor sejak ditemukan dalam ponsel tersangka lain, Pretty Puspitasari,” ujar AKBP Herman Edco Simbolon, Sabtu (19/7/2025).
AN, yang disebut sebagai pengendali utama, memanfaatkan platform Telegram untuk menawarkan jasa seksual anak-anak kepada pelanggan. Modusnya, ia merekrut remaja perempuan di bawah umur yang mayoritas berasal dari latar belakang keluarga broken home. Korban kemudian diminta melayani pelanggan secara rutin dengan sistem bagi hasil 50 persen.
Petugas siber kemudian melakukan penyamaran dan memesan dua korban berinisial CG dan AB, masing-masing berusia 16 tahun, dengan tarif Rp1,5 juta per anak. Setelah uang muka dibayarkan, sisa pembayaran dilakukan langsung kepada korban.
Pentingnya Edukasi dan Pengawasan Orang Tua
Kasus ini menjadi peringatan serius akan pentingnya edukasi digital bagi anak dan orang tua. Dunia maya kini tidak hanya tempat mencari informasi, tetapi juga bisa menjadi ruang berbahaya jika tidak diawasi dengan baik.
“Korban eksploitasi ini umumnya tidak sepenuhnya memahami bahwa mereka sedang dimanfaatkan secara keji. Mereka terjebak karena bujuk rayu, tekanan ekonomi, dan kurangnya perhatian keluarga,” tegas AKBP Herman.
Langkah Hukum dan Pencegahan
AN kini dijerat dengan sejumlah pasal berat, antara lain:
• Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) UU ITE,
• Pasal 4 jo Pasal 30 UU No. 44/2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang,
• Pasal 88 UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak.
Total ancaman hukuman maksimal bisa mencapai 15 tahun penjara.
Polda Metro Jaya juga mengimbau masyarakat untuk aktif melaporkan konten mencurigakan, serta meminta para orang tua untuk meningkatkan komunikasi dan pengawasan terhadap aktivitas digital anak-anak.***